BG
Istri Muda Ayahku 02

Istri Muda Ayahku 02

Sedarah ⭐ 0.0/5 👀 25x dibaca

Sambungan dari bagian 01

Aku hanya bisa menuruti perintahnya dan sekali lagi mulut perjakaku merasakan kenikmatan baru yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Ia memasukkan lidahnya ke dalam mulutku dan menggerayangi seluruh bagian dalam mulutku dengan lidahnya. Aku tidak melakukan apa pun untuk membalas gerakan lidah dan bibirnya ini. Aku diam saja menikmati semua ini, sementara air liur kami menetes dari pojok bibirku. Akhirnya setelah puas berciuman denganku, Tante Tetty pun melepas ciumannya pada mulutku dan mengecup bibirku lalu melepas pelukannya pada pinggangku. Oh ya, sepanjang kejadian itu, kedua lenganku hanya menggantung saja di sebelah tubuhku, tanpa melakukan apa pun.

Aku terbengong-bengong merasakan pengalaman itu, dan hanya diam di depannya melihat Tante Tetty kembali duduk dan tersenyum genit kepadaku. Ia lalu berkata kepadaku, "Tante tahu Mas Andre sering nakal sama Tante kalo Tante lagi tidur di sini. Iya kan?"

Kerongkonganku serasa tercekat, tapi entah dengan kekuatan dari mana, aku berhasil melepas jawaban terbata-bata, "Ab.. ab.. abis Tante merangsang sih. Andre.. ehm.. Andre nggak tahan.. Uuhhhm.."

"Sekarang Mas Andre udah nikmatin kan, ciuman ama Tante?"

Kali ini aku hanya bisa mengangguk pelan tanpa bisa menjawab. Tante Tetty kembali tersenyum genit.

"Ya udah, pergi main sana."

Aku pun pergi dengan perasaan setengah melayang. Tak lama keadaan rumah kembali normal dengan kembalinya ibu dan saudara-saudaraku. Aku mandi sore lebih awal hari itu dan memuncratkan maniku begitu banyak dan jauh dengan khayalan indahku saat bermasturbasi. Kusimpulkan bahwa ternyata sejak pertama kali kuraba, Tante Tetty kemungkinan sudah tahu namun pura-pura terus tidur. Setelah kupikir-pikir, aku memang tolol sekali mengira orang bisa tidur begitu lelapnya sementara tubuhnya digerayangi. Entah ia memang baik hati saja padaku dan membiarkan aku menikmati tubuhnya atau ia juga menikmati itu, aku tak pernah tahu. Namun sejak kejadian ia menciumku itu, aku tak pernah lagi nakal padanya, meskipun aku sangat terangsang bila berdekatan dengannya dan mencium bau parfumnya yang khas ataupun bau badannya yang menggairahkan. Entah kenapa, sejak itu aku mampu mengendalikan diri, tidak pernah menggerayanginya lagi, walaupun frekuensi masturbasiku meningkat bila ia sering berada di dekatku.

Beberapa tahun berlalu dan ia bercerai dengan ayahku dan aku pun semakin jarang bertemu dengannya. Apalagi aku kuliah di pinggir kota Jakarta dan jarang di rumah. Lalu beberapa tahun kemudian, ayahku wafat dan ia menikah lagi dengan seorang keturunan Arab yang hanya bertahan beberapa tahun dan suaminya itu pun wafat. Pada titik itu, aku hampir tak pernah lagi bertemu dengannya hingga pada suatu hari.

20 tahun berlalu, aku telah berusia 33 tahun, mempunyai seorang istri cantik dan seorang bayi lelaki yang lucu. Kali ini pengalaman seksku sudah cukup banyak. Dengan pacarku, istriku dan juga pembantuku (yang kukisahkan dalam cerita terpisah "Lelly si Pembantu") Pada suatu hari salah seorang adik ayahku, Tante Wanda, mengundang kami pada suatu acara di rumahnya. Istriku tidak bisa ikut, jadi aku datang sendiri. Di rumah Tante Wanda, ternyata Tante Tetty pun hadir. Tak heran, dulu Tante Wanda dan Tante Tetty suka berbisnis bersama, jadi hubungan mereka cukup dekat. Kulihat Tante Tetty datang sendiri dan tidak mengajak putrinya, Anya, yang saat itu mungkin sudah berusia sekitar 22 tahun.

Tak ada kejadian aneh pada acara itu, kecuali perasaan berdesir dalam diriku saat berpapasan dekat dengan Tante Tetty dan mencium bau parfumnya yang tak pernah berubah sejak dulu, dan masih membuatku terangsang. Tubuhnya sendiri sudah tak lagi langsing seperti peragawati. Sudah agak gemuk, walau tak sampai membuat perutnya buncit. Namun ini membuat pantat dan buah dadanya yang dulu sudah menggairahkan itu menjadi semakin besar walau tampak agak kendur. Tak urung tubuhnya masih membuatku terangsang seperti masa kecilku dulu, ditambah dengan bau tubuhnya yang menggairahkan itu. Ia mengenakan pakaian kemeja dan rok span selutut yang cukup sopan, namun mencetak ketat, membentuk tubuhnya yang membuat jantungku semakin berdebar.

Sekitar pukul 18:00, Tante Tetty pamit pulang. Saat ia keluar rumah, tiba di teras, aku pura-pura berbasa-basi, walaupun sangat mengharapkan.

"Eh, Tante.. udah mau pulang, Tante?"

"Iya.. Udah sore."

"Naik apa, Tante?"

"Tau deh. Paling naik taksi."

"Sekalian Andre anterin aja, Tante. Andre juga udah mau pulang."

"Oh, boleh. Nggak pa-pa nganterin Tante dulu? Ntar Andre kemaleman."

"Nggak pa-pa. Andre nggak buru-buru kok."

Aku pun pamit pada Tante Wanda dan keluargaku yang lain, sementara dalam hati aku bersorak kegirangan, karena terbukalah kesempatan untuk berduaan dengan wanita yang selalu membuatku terangsang dan menjadi bahan khayalan masturbasiku sejak kecil, pada saat kami telah sama-sama menjadi orang dewasa. Dalam perjalanan, aku mengobrol ini itu, hal-hal kecil, lalu sepintas aku menawarinya untuk sekalian makan malam di luar. Ia tak menolak, lalu kami mampir di sebuah pertokoan kecil yang jarang dikunjungi keluargaku untuk memperkecil risiko. Saat menunggu pesanan, aku pun berhenti berbasa-basi dan langsung to the point.

"Tetty, kenapa sih kamu kawin lagi sama orang Arab?"

Aku yakin ia pasti terkejut kusebut namanya langsung tanpa menyebut "Tante" dan memakai panggilan "Kamu" tapi ia sangat pintar menyembunyikannya. Ia hanya memandang mataku sekilas, lalu kembali bersikap biasa dan menjawab seakan tak ada yang aneh.

"Nggak pa-pa. Emang kenapa?"

"Yaah, orang Arab kan terkenal besar 'itu'nya."

Tante Tetty hanya tersenyum. Bibirnya begitu menggairahkan dan aku ingin menghisapnya saat itu juga. Maka kukejar lagi tanpa ampun.

"Emang umur kamu berapa sekarang, Tet?"

"46"

"Mmmm. Umur segitu masih doyan, ya?"

"Doyan apa?"

Aku tak basa-basi lagi.

"Seks. Bersetubuh. Senggama. Apa lah namanya. Tetty masih suka, ya?"

"Mas Andre nakal, ya? Kok Mas Andre nggak panggil Tante lagi?" katanya menghindari pertanyaanku sambil tersenyum dan melirikku dengan genit.

"Lho, kan kita udah sama-sama dewasa. Kamu kan sekarang udah bukan istri Bapak lagi, jadi posisi kita sekarang hanya dua orang dewasa yang nggak ada hubungan apa-apa. Jadi gimana, masih nggak?"

Ia tersenyum dan tak bisa mengelak lagi, "Masih dong. Emang kenapa?"

"Terus, setelah jadi janda gini, pelampiasannya gimana?"

"Ya ditahan aja."

"Ah, yang beneeer?"

"Yaaa, kadang-kadang Tetty itu.. mmm.. masturbasi."

"Oh ya? Masturbasinya kayak gimana? Ceritain dong, Tet."

Tante Tetty tertawa kecil lalu bercanda memukul lenganku.

"Genit banget nih, Mas Andre. Jangan dong!"

"Lho, kenapa?"

"Nanti Tetty jadi basah, terus gimana? Kan sekarang udah janda, nggak ada yang nemenin lagi."

Arah pembicaraan benar-benar telah tersetir sesuai keinginanku. Maka sambil kutatap matanya, kutembakkan peluru terakhirku.

"Aku bisa muasin kamu. Tinggal kamu mau apa enggak."

Tante Tetty agak memonyongkan bibirnya dengan mata menerawang seperti berpikir, tahu arah pembicaraan pasti berakhir di sini, bahkan mungkin ia setengah mengharapkan, karena tak ada tanda-tanda terkejut atau marah.

"Kok Mas Andre mau ama Tetty? Tetty kan udah tua. Udah jelek."

"Tua memang, tapi belum tua-tua amat lah. Tapi yang jelas, jelek sih enggak."

Tante Tetty menaikkan sebelah alisnya.

Aku melanjutkan, "Tetty inget nggak waktu kecil aku suka ngeraba-raba kamu? Dari dulu aku terangsang banget ama kamu, Tet. Sampai sekarang."

Aku berhenti melihat pelayan datang membawa makanan. Pesanan kami telah tiba. Pembicaraan kami lanjutkan dengan santai sambil makan. Benar-benar tak seperti seorang anak dengan ibu tirinya. Lebih seperti dua orang teman.

"Sampai sekarang pun, aku udah ngerasain tidur dengan beberapa perempuan, walaupun nggak banyak-banyak amat, nggak ada yang mampu bikin aku terangsang seperti Tetty. Sampai detik ini pun, aku masih ngerasain godaan dan gairah yang sangat melonjak kalo deket ama kamu."

Ia berusaha keras menyembunyikan, tapi tampak sebersit kebanggaan di matanya mendengar pujian halusku itu. Tante Tetty masih berusaha, dengan tak sungguh-sungguh, untuk membuatku menjauh.

"Tapi Tetty kan sekarang udah gendut. Yaa, udah ibu-ibu lah."

"Ah, siapa bilang. Emang agak gemukan daripada dulu. Itu wajar lah sejalan dengan usia. Tapi menurutku, Tetty masih sangat seksi dan menggairahkan."

Ia tersenyum manis. Pertahanannya telah jebol. Aku tak memberi ampun.

"Yuk, abis ini kita mampir di hotel dulu. Nanti baru aku anterin pulang."

"Ngapain ke hotel? Buang-buang duit aja. Mendingan duitnya buat Tetty."

"Terus?"

"Ya di rumah Tetty aja. Kan nggak ada siapa-siapa lagi."

"Anya?"

"Dia kan udah kawin, sekarang ya tinggal ama suaminya."

Singkat cerita, kami selesai makan dan berangkat ke rumahnya. Di tempat parkir basement yang sepi itu, kukecup pipinya di mobilku. Tante Tetty hanya tersenyum. Aku tak tahan, kupegang dagunya dan kutarik mendekat, lalu kulumat bibirnya yang menantang itu. Kami berciuman dan saling menghisap selama beberapa saat, membuat penisku menegang keras. Kami melepas ciuman kami dan sama-sama tersenyum manis dengan napas terengah-engah. Dalam perjalanan, aku menyetir sambil meletakkan tanganku di pahanya, atau kadang membelai-belai rambutnya atau meremas tangannya. Benar-benar seperti sepasang kekasih. Tak ada lagi ibu tiri anak tiri.

Tiba di rumahnya, kami masuk dan ia langsung mengunci pintu. Tak membuang waktu lagi, aku langsung membalikkan dan memeluk tubuhnya sambil bibirku memagut bibirnya. Kubuka mulutku dan lidah Tante Tetty melesat dan melilit lidahku. Kuhisap lidahnya, kuhisap bibirnya, kujilati lidah dan bibirnya, kubiarkan ia menghisap lidahku, sementara tanganku meremas-remas pantatnya yang menggairahkan itu dan tangannya meremas-remas dan mengacak-acak rambutku. Kami terus berdiri berputar-putar sambil berciuman selama hampir 10 menit tanpa henti. Air liur kami menetes dari pojok bibir kami, memerah oleh lipstik Tante Tetty. Gairah benar-benar telah membakar kami hingga akhirnya aku menarik wajahku menjauhi wajahnya sampai bibir bawahku yang tak dilepaskan oleh jepitan bibirnya terceplok lepas dari pagutannya. Kami saling menatap dengan pandangan penuh birahi dan napas memburu. Aku memegang belakang kepalanya, lalu menciumi bibirnya lagi yang disambut dengan hisapan liar Tante Tetty yang ternyata juga belum puas dengan bibir dan lidahku.

Setelah beberapa menit, lidahku pindah sasaran dari mulutnya ke pipi, mata dan lehernya. Kujilati lehernya sambil terus turun menuju dadanya. Kuhisap keras pangkal lehernya hingga tercetak cupang merah gelap di sana, lalu kujilati lagi terus turun menuju dada dengan penuh nafsu sementara ia terengah-engah menahan birahi.

"Hhh.. hhh.. Mas.. Mas Andreee.. Tetty basssahhh, Maaasss.."

Aku tahu apa yang ia maksud, dan jariku pun kuselipkan ke dalam roknya, menyentuh celana dalamnya yang memang telah basah kuyup oleh lendir gairah. Kubuka beberapa kancing bajunya, memperluas daerah jilatan dan hisapanku di dadanya, sambil kuraba-raba vaginanya dari luar celana dalamnya dan bola mata Tante Tetty berputar menahan kenikmatan.

"Nggghhh.. ngghhh.. mmmhhh.."

"Aakh!" Tante Tetty terpekik kecil saat jariku kuselipkan ke dalam celana dalamnya, menyentuh bibir vaginanya yang telah basah berlendir itu. Sambil menggigit bibir, ia membiarkan jariku bermain di sana beberapa saat, lalu mendadak ia mencengkeram lenganku dan setengah menjambak rambutku untuk melepaskan mulutku yang melekat di dadanya.

Bersambung ke bagian 03

hell666

Beri Rating:
★ ★ ★ ★ ★

Cerita Lain dalam Seri Ini