

Yuli Pembantu Ibuku & Indri Pembantu Binal Tetangga
Aku berusia 40 tahun saat ini, sudah beristeri dan mempunyai 2 orang anak.
Rumahku terletak di pinggiran area Cinere. Orang tuaku tinggal di sebuah
perumahan yang cukup elite tidak jauh dari rumahku. Orang tuaku memang bisa
dibilang berkecukupan, sehingga mereka bisa mempekerjakan pembantu. Nah
pembantu orang tuaku inilah yang menjadi ‘pemeran utama’ dalam ceritaku ini.
Bapakku baru dua bulan yang lalu meninggal dunia, jadi sekarang ibuku tinggal
sendiri hanya ditemani Yuli, pembantunya yang sudah hampir 6 tahun bekerja
disitu. Yuli berumur 30 tahun, dia masih belum bersuami. Wajahnya biasa saja,
giginya agak tonggos sedikit, walaupun tidak bisa disebut jelek juga. Tapi yang
menarik dari Yuli ini adalah bodynya, seksi sekali. Tinggi kira-kira 164 cm, dengan
pinggul yang bulat dan dada berukuran 38. Kulitnya agak cokelat. Sering sekali aku
memperhatikan kemolekan tubuh pembantu ibuku ini, sambil
membandingkannya dengan tubuh isteriku yang sudah agak mekar.
Hari itu, karena kurang enak badan, aku pulang dari kantor jam 10.00 wib, sampai
di rumah, kudapati rumahku kosong. Rupanya isteriku pergi, sedang anak-anakku
pasti sedang sekolah semua. Akupun mencoba ke rumah ibuku, yang hanya
berjarak 5 menit berjalan kaki dari rumahku. Biasanya kalau tidak ada di rumah,
isteriku sering main ke rumah ibuku, entah untuk sekedar ngobrol dengan ibuku
atau membantu beliau kalau sedang sibuk apa saja.
Sampai di rumah ibuku, ternyata disanapun kosong, cuma ada Yuli, sedang
memasak.
Kutanya Yuli, “Yul, bu Messy (nama isteriku) kesini nggak?”
“Iya Pak, tadi kesini, tapi terus pergi sama bu Helen (sahabat istriku)” jawab Yuli.
“Terus ibu sepuh (ibuku) kemana?” Tanyaku lagi.
“Tadi dijemput bu Dewi (kakakku) diajak ke sekolah Lisa (keponakanku)”
“Oooh” sahutku pendek.
“Masak apa Yul? tanyaku sambil mendekat ke dapur, dan seperti biasa, mataku
langsung melihat tonjolan pinggul dan pantatnya juga dadanya yang aduhai itu.
“Ini Pak, sayur sop”
Rupanya dia ngerasa juga kalau aku sedang memperhatikan pantat dan dadanya.
“Pak Doddy ngeliatin apa sih” Tanya Yuli.
Karena selama ini aku sering juga bercanda sama dia, akupun menjawab,
“Ngeliatin pantat kamu Yul. Kok bisa seksi begitu sih?”
“Iiih Bapak, kan Ibu Messy juga pantatnya gede”
“Iya sih, tapi kan lain sama pantat kamu Yul”
“Lain gimana sih Pak?” tanya Yuli, sambil matanya melirik kearahku.
Aku yakin, saat itu memang Yuli sedang memancingku untuk kearah yang lebih hot
lagi.
Merasa mendapat angin, akupun menjawab lagi, “Iya, kalo Bu Messy kan cuma
menang gede, tapi tepos”
“Terus, kalo saya gimana Pak?” Tanyanya sambil melirik genit.
Kurang ajar, pikirku. Lirikannya langsung membuat tititku berdiri. Langsung aku
berjalan kearahnya, berdiri di belakang Yuli yang masih mengaduk ramuan sop itu
di kompor.
“Kalo kamu kan, pinggulnya gede, bulat dan kayaknya masih kencang”, jawabku
sambil tanganku meraba pinggulnya.
“Idih Bapak, emangnya saya motor bisa kencang” sahut Yuli, tapi tidak menolak
saat tanganku meraba pinggulnya.
Mendengar itu, akupun yakin bahwa Yuli memang minta aku ‘apa-apain’. Akupun
maju sehingga tititku yang sudah berdiri dari tadi itu menempel di pantatnya.
Adduuhh, rasanya enak sekali karena Yuli memakai rok berwarna abu-abu yang
terbuat dari bahan cukup tipis. Terasa sekali tititku yang keras itu menempel di
belahan pantat Yuli yang, seperti kuduga, memang padat dan kencang.
“Apaan nih Pak, kok keras? tanya Yuli genit.
“Ini namanya soni Yul, sodokan nikmat” sahutku.
Saat itu, rupanya sop yang dimasak sudah matang. Yuli pun mematikan kompor,
dan dia bersandar ke dadaku, sehingga pantatnya terasa menekan tititku. Aku
tidak tahan lagi mendapat sambutan seperti ini, langsung tanganku ke depan, ku
remas kedua buah dadanya. Alamaak, tanganku bertemu dengan dua bukit yang
kenyal dan terasa hangat dibalik kaos dan branya.
Saat kuremas, Yuli sedikit menggelinjang dan mendesah, “Aaahh, Pak” sambil
kepalanya ditolehkan kebelakang sehingga bibir kami dekat sekali.
Kulihat matanya terpejam menikmati remasanku. Kukecup bibirnya (walaupun
agak terganggu oleh giginya yang sedikit tonggos itu), dia membalas kecupanku.
Tak lama kemudian, kami saling berpagutan, lidah kami saling belit dalam gelora
nafsu kami. Tititku yang tegang kutekan-tekankan ke pantatnya, menimbulkan
sensasi luar biasa untukku (kuyakin juga untuk Yuli).
Sekitar lima menit, keturunkan tangan kiriku ke arah pahanya. Tanpa banyak
kesukaran akupun menyentuh CDnya yang ternyata telah sedikit lembab di bagian
memeknya.
Kusentuh memeknya dengan lembut dari balik CD-nya, dia mengeluh kenikmatan,
“Ssshh, aahh, Pak Doddy, paak.. jangan di dapur dong Pak”
Dan akupun menarik tangan Yuli, kuajak ke kamarnya, di bagian belakang rumah
ibuku.
Sesampai di kamarnya, Yuli langsung memelukku dengan penuh nafsu, “Pak, Yuli
sudah lama lho pengen ngerasain punya Bapak”
“Kok kamu nggak bilang dari dulu Yul?” tanyaku sambil membuka kaos dan
roknya.
Dan.. akupun terpana melihat pemandangan menggairahkan di tubuh pembantu
ibuku ini.
Kulitnya memang tidak putih tapi kuning langsat, tapi mulus sekali. Buah dadanya
besar tapi proporsional dengan tubuhnya. Sementara pinggang kecil dan pinggul
besar ditambah bongkahan pantatnya bulat dan padat sekali. Rupanya Yuli tidak
mau membuang waktu, diapun segera membuka kancing bajuku satu persatu,
melepaskan bajuku dan segera melepaskan celana panjangku.
Sekarang kami berdua hanya mengenakan pakaian dalam saja, dia bra dan CD,
sedangkan aku hanya CD saja. Kami berpelukan, dan kembali lidah kami berpagut
dalam gairah yang lebih besar lagi. Kurasakan kehangatan kulit tubuh Yuli meresap
ke kulit tubuhku.
Kemudian lidahku turun ke lehernya, kugigit kecil lehernya, dia menggelinjang
sambil mengeluarkan desahan yang semakin menambah gairahku, “Aahh, Bapak”
Tanganku melepas kait branya, dan bebaslah kedua buah dada yang indah itu.
Langsung kuciumi, kedua bukit kenyal itu bergantian. Kemudian kujilati pentil Yuli
yang berwarna coklat, terasa padat dan kenyal (Beda sekali dengan buah dada
isteriku), lalu kugigit-gigit kecil pentilnya dan lidahku membuat gerakan memutar
disekitar pentilnya yang langsung mengeras.
Kurebahkan Yuli ditempat tidurnya, dan kulepaskan CDnya. Kembali aku tertegun
melihat keindahan kemaluan Yuli yang dimataku saat itu, sangat indah dan
menggairahkan. Bulunya tidak terlalu banyak, tersusun rapi dan yang paling
mencolok adalah kemontokan vagina Yuli. Kedua belah bibir vaginanya sangat
tebal, sehingga klitorisnya agak tertutup oleh daging bibir tersebut. Warnanya
kemerahan.
“Pak, jangan diliatin aja dong, Yuli kan malu” Kata Yuli.
Aku sudah tidak mempunyai daya untuk bicara lagi, melainkan kutundukkan
kepalaku dan bibirkupun menyentuh vagina Yuli yang walaupun kakinya dibuka
lebar, tapi tetap terlihat rapat, karena ketebalan bibir vaginanya itu. Yuli
menggelinjang, menikmati sentuhan bibirku di klit-nya. Kutarik kepalaku sedikit
kebelakang agar bisa melihat vagina yang sangat indah ini.
“Yuli, memek kamu indah sekali, sayang”
“Pak Doddy suka sama memek Yuli? tanya Yuli.
“Iya sayang, memek kamu indah dan seksi, baunya juga enak” jawabku sambil
kembali mencium dan menghirup aroma dari vagina Yuli.
“Mulai sekarang, memek Yuli cuma untuk Pak Doddy” Kata Yuli.
“Pak Doddy mau kan?”
“Siapa sih yang nggak mau memek kayak gini Yul?” tanyaku sambil menjilatkan
lidahku ke vaginanya kembali.
Yuli terlihat sangat menikmati jilatanku di klitorisnya. Apalagi saat kugigit
klitorisnya dengan lembut, lalu lidahku ku masukkan ke liang kenikmatannya, dan
sesekali kusapukan lidahku ke lubang anusnya.
“Oooh, sshshh, aahh.. Pak Doddy, enak sekali Pak. Terusin ya Pak Doddy sayang”
Sepuluh menit, kulakukan kegiatan ini, sampai dia menekan kepalaku dengan kuat
ke vaginanya, sehingga aku sulit bernafas”Pak Doddy.. aahh, Yuli nggak kuat Pak..
sshh”Kurasakan kedua paha Yuli menjepit kepalaku bersamaan dengan itu,
kurasakan vagina Yuli menjadi semakin basah. Yuli sudah mencapai orgasme yang
pertama. Yuli masih menghentak-hentakkan vaginanya kemulutku, sementara air
maninya meleleh keluar dari vaginanya. Kuhirup cairan kenikmatan Yuli sampai
kering. Dia terlihat puas sekali, matanya menatapku dengan penuh rasa terima
kasih. Aku senang sekali melihat dia mencapai kepuasan.
Tak lama kemudian dia bangkit sambil meraih kemaluanku yang masih berdiri
tegak seperti menantang dunia. Dia memasukkan kemaluanku kedalam mulutnya,
dan mulai menjilati kepala kemaluanku. Ooouugh, nikmatnya, ternyata Yuli sangat
memainkan lidahnya, kurasakan sensasi yang sangat dahsyat saat giginya yang
agak tonggos itu mengenai batang kemaluanku. Agak sakit tapi justru sangat
nikmat. Yuli terus mengulum kemaluanku, yang semakin lama semakin
membengkak itu. Tangannya tidak tinggal diam, dikocoknya batang kemaluanku,
sambil lidah dan mulutnya masih terus mengirimkan getaran-getaran yang
menggairahkan di sekujur batang kemaluanku.
“Pak Doddy, Yuli masukin sekarang ya Pak?” pinta Yuli.
Aku mengangguk, dan dia langsung berdiri mengangkangiku tepat di atas
kemaluanku. Digenggamnya batang kemaluanku, lalu diturunkannya pantatnya. Di
bibir vaginanya, dia menggosok-gosokkan kepala kemaluanku, yang otomatis
menyentuh klitorisnya juga. Kemudian dia arahkan kemaluanku ke tengah lobang
vaginanya. Dia turunkan pantatnya, dan.. slleepp.. sepertiga kemaluanku sudah
tertanam di vaginanya. Yuli memejamkan matanya, dan menikmati penetrasi
kemaluanku.
Aku merasakan jepitan yang sangat erat dalam kemaluan Yuli. Aku harus berjuang
keras untuk memasukkan seluruh kemaluanku ke dalam kehangatan dan
kelembaban vagina Yuli. Ketika kutekan agak keras, Yuli sedikit meringis.
Sambil membuka matanya, dia berkata, “Pelan dong Pak Doddy, sakit nih, tapi
enak banget”.
Dia menggoyangkan pinggulnya sedikit-sedikit, sampai akhirnya seluruh
kemaluanku lenyap ditelan keindahan vaginanya.
Kami terdiam dulu, Yuli menarik nafas lega setelah seluruh kemaluanku ‘ditelan’
vaginanya. Dia terlihat konsentrasi, dan tiba-tiba.. aku merasa kemaluanku seperti
disedot oleh suatu tenaga yang tidak terlihat, tapi sangat terasa dan enaak sekali.
Ruaar Biasaa! Kemaluan Yuli menyedot dan mengempot kemaluanku!!!!!
Belum sempat aku berkomentar tentang betapa enaknya vaginanya, Yuli pun
mulai membuat gerakan memutar pinggulnya. Mula-mula perlahan, semakin lama
semakin cepat dan lincah gerakan Yuli. Waw.. kurasakan kepalaku hilang, saat dia
‘mengulek’ kemaluanku di dalam vaginanya. Yuli merebahkan badannya sambil
tetap memutar pinggulnya. Buah dadanya yang besar menekan dadaku, dan..
astaga.. sedotan vaginanya semakin kuat, membuat aku hampir tidak bertahan.
Aku tidak mau orgasme dulu, aku ingin menikmati dulu vagina Yuli yang ternyata
ada ‘empot ayamnya’ ini lebih lama lagi. Maka, kudorong tubuh Yuli ke atas,
sambil kusuruh lepas dulu, dengan alasan aku mau ganti posisi. Padahal aku takut
‘kalah’ sama dia.
Lalu kusuruh Yuli tidur terlentang, dan langsung kuarahkan kemaluanku ke
vaginanya yang sudah siap menanti ‘kekasihnya’. Walaupun masih agak sempit,
tapi karena sudah banyak pelumasnya, lebih mudah kali ini kemaluanku
menerobos lembah kenikmatan Yuli.
Kumainkan pantatku turun naik, sehingga tititku keluar masuk di lorong sempit
Yuli yang sangat indah itu.
Dan, sekali lagi akupun merasakan sedotan yang fantastis dari vagina Yuli. Setelah
15 menit kami melakukan gerakan sinkron yang sangat nikmat ini, aku mulai
merasakan kedutan-kedutan di kepala tititku.
“Yuli, aku udah nggak kuat nih, mau keluar, sayang”, kataku pada Yuli.
“Iya Pak, Yuli juga udah mau keluar lagi nih. Oohh, sshh, aahh.. bareng ya Pak
Doddy.., cepetin dong genjotannya Pak” pinta Yuli.
Akupun mempercepat genjotanku pada lobang vagina Yuli yang luar biasa itu, Yuli
mengimbanginya dengan ‘mengulek’ pantatnya dengan gerakan memutar yang
sangat erotis, ditambah dengan sedotan alami didalam vaginanya. Akhirnya aku
tidak dapat bertahan lebih lama lagi, sambil mengerang panjang, tubuhku
mengejang.
“Yuli, hh.. hh, aku keluar sayaang”
Muncratlah air maniku ke dalam vaginanya. Di saat bersamaan, Yuli pun
mengejang sambil memeluk erat tubuhku.
“Pak Doddy, Yuli juga keluar paakk, sshh, aahh”
Aku terkulai di atas tubuh Yuli. Yuli masih memeluk tubuhku dengan erat, sesekali
pantatnya mengejang, masih merasakan kenikmatan yang tidak ada taranya itu.
Nafas kami memburu, keringat tak terhitung lagi banyaknya. Kami berciuman.
“Yuli, terima kasih yaa, memek kamu enak sekali” Kataku.
“Pak Doddy suka memek Yuli?”
“Suka banget Yul, abis ada empot ayamnya sih” jawabku sambil mencium bibirnya.
Kembali kami berpagutan.
“Dibandingin sama Bu Messy, enakan mana Pak?” pancing Yuli.
“Jauh lebih enak kamu sayang”
Yuli tersenyum.
“Jadi, Pak Doddy mau lagi dong sama Yuli lain kali. Yuli sayang sama Pak Doddy”
Aku tidak menjawab, hanya tersenyum dan memeluk Yuli. Pembantu ibuku yang
sekarang jadi kekasih gelapku.
Di kompleks perumahan ibuku, Indri terkenal sebagai pembantu yang genit,
ganjen, centil dan sebagainya. Dia sering gonta ganti pacar. Indri baru berumur
kurang lebih 22 tahun. Bodynya bagus, dengan payudara berukuran kira-kira 34D
dan pantat bulat dan padat. Yang lebih menggairahkan adalah cara berpakaiannya.
Dia kerap mengenakan kaos ketat dan celana model ABG sekarang yang
memperlihatkan pinggul dan pusar. Wajahnya cukup manis, bibirnya sensual
sekali. Aku sering menelan ludah kalau melihat bibirnya.
Tugas Indri adalah menjaga anak majikannya yang masih kecil-kecil. Kalau sore
hari, dia selalu mengajak anak majikannya berjalan-jalan sambil disuapi. Nah, aku
sering sekali berpapasan dengannya saat dia sedang mengasuh Nabila (anak
bungsu pasangan tempat Indri bekerja). Nabila ini seorang anak yang lucu,
sehingga kadang-kadang aku berhenti sebentar untuk mencubit pipinya.
Suatu kali, seperti biasa aku bertemu dengan Indri yang sedang mengasuh Nabila,
dan aku berhenti sebentar untuk mencubit pipinya.
Tiba-tiba Indri nyeletuk, "Kok cuma Nabila yang dicubit Pak?"
Aku sedikit terkesiap, "Haah?" dan aku memandang kepada Indri.
Dia sedang menatapku dengan kerlingan genit dan tersenyum menggoda.
"Habis, kalau aku cubit pipi Mbak Indri, aku takut Mbak Indri marah," kataku.
"Kalau cubitnya pelan-pelan, aku nggak marah kok Pak. Malah seneng," sahut
Indri.
Kurang ajar anak ini, aku membatin, tapi mulai tergoda untuk memancingnya lebih
jauh.
"Kalau cuma cubit aku enggak mau Indri." kataku.
"Terus maunya apa? Emang berani?" dia malah menantang. Benar-benar ganjen
anak ini.
"Aku maunya, cium bibir kamu yang seksi itu, boleh?" aku bertanya.
Dia malah balik bertanya, "Cuma cium? Enggak mau kalau cuma cium."
Astaga, ini sudah keterlaluan.
"Indri, aku kan sudah punya isteri, emang kamu masih mau?" aku bertanya.
"Yaa, jangan sampai isteri Pak Doddy tahu dong. Masak cuma Mbak Yuli aja yang
boleh ngerasain Pak Doddy." balas Indri.
Aku agak kaget juga mendengar ucapan Indri. Rupanya Yuli, pembantu ibuku yang
sekarang menjadi kekasih gelapku sering curhat sama Indri. Tapi, kepalang
tanggung pikirku.
"Jadi benar nih kamu mau Indri?" aku memastikan.
Indri menjawab, "Siapa takut? Kapan?"
"Kamu bisanya kapan Indri? Aku sih kapan aja bisa," jawabku sambil melirik ke
toketnya yang bagus itu.
Saat itu Indri pake kaos ketat putih yang tipis, sehingga bra hitamnya membayang
dan memperlihatkan lekuk yang sangat mengairahkan. Terus terang saat itu aku
sudah "Konak". Penisku kurasakan sudah mengeras.
"Ya sudah, nanti malam aja Pak, kebetulan Bapak-Ibu mau ke Bogor, anak-anak
mau diajak semua." kata Indri.
"Oke, nanti jam berapa aku ke rumahmu?" tanyaku.
"Yaa, jam delapanan deh," jawab Indri sambil membusungkan dadanya.
Dia tahu aku sedang memperhatikan toketnya. Nafsuku menggelegak.
"Kamu nantang benar sih Indri, ya sudah, nanti jam delapan aku dateng. Awas
nanti kamu ya." ancamku sambil tersenyum.
Eh, dia malah menjawab, "Asal Pak Doddy kuat aja nanti malam."
Sambil mengedipkan matanya dan bibirnya membuat gerakan mengecup. Ya
ampuunn, bibirnya benar-benar seksi. Aku menyabarkan diri untuk tidak
menggigit bibir yang menggemaskan itu.
"Kalau gitu aku pulang dulu ya Indri, sampai nanti malam ya." kataku.
"Benar yaa. Jangan boong lho. Indri tunggu ya sayang.." Indri membalas.
Malamnya, jam delapan, aku sudah berada di depan pagar rumah Indri, lebih
tepat rumah majikannya. Indri sudah menungguku. Dia membukakan pintu pagar
dan aku langsung masuk setelah melihat situasi aman, tidak ada yang melihat.
Kami masuk ke dalam dan Indri langsung mengunci pintu depan.
Indri memakai celana yang sangat pendek, dengan kaos ketat. Kulitnya cukup
mulus walaupun tidak terlalu putih, namun dibandingkan dengan Yuli, masih lebih
putih Indri. Aku tidak mau membuang waktu, langsung kudekap dia dan kuserbu
bibirnya yang memang sudah lama sekali aku incar. Bibir kami berpagutan, lidah
kami saling membelit, dipadu dengan nafas kami yang memburu.
Tiba-tiba Indri melepaskan ciuman kami, dan dia memegang kedua pipiku sambil
menatapku, lalu berkata manja.
"Pak Doddy, kalau Pak Doddy mau ngewe sama Indri, ada syaratnya Pak."
Aku bingung juga, "Apa syaratnya Indri?" tanyaku.
"Pak Doddy harus panggil aku Mbak, terus aku panggil Pak Doddy Yayang.
Gimana? Mau nggak?" tanya Indri sambil tangannya turun ke dadaku dan dia
meremas dadaku dengan gemas.
Yang mengherankan, aku seorang yang sudah berusia di atas 40 tahun, punya
isteri dan anak, jabatanku cukup tinggi di kantor, dan seorang pembantu rumah
tangga yang berumur baru 22 tahun mencoba untuk menguasaiku, dan aku
merasa senang.
Aku mengangguk sambil menjawab, "Iya Mbak, aku mau."
Sementara itu, penisku sudah ereksi dengan maksimal.
"Sekarang, Yayang harus nurut apa yang Mbak bilang ya." perintah Indri,
maksudku Mbak Indri.
"Iya Mbak." jawabku pasrah.
Lalu Mbak Indri menuntunku ke kamarnya di bagian belakang rumah. Kami masuk
ke kamar itu, Mbak Indri menutup pintu dan sekarang dia yang memeluk dan
menyerbu bibirku. Kembali kami berpagutan sambil berdiri, lidah saling belit
dalam gelora nafsu kami.
Mbak Indri kembali melepaskan ciuman kami, dan berkata," Yaang, kamu jongkok
dong."
Aku menurut, aku berjongkok di depan Mbak Indri.
"Lepasin celana Mbak Yang, pelan-pelan ya Yaang."
"Iya Mbak." cuma itu kata yang bisa aku keluarkan.
Lalu akupun mulai menurunkan celana pendeknya yang tinggal ditarik saja
kebawah karena dia memakai celana olahraga. Perlahan mulai tampak
pemandangan indah di depan mataku persis. Pembaca, memeknya gundul tanpa
bulu sedikitpun, dan montok sekali bentuknya. Warnanya kemerahan dan
diatasnya terlihat clitnya yang juga montok. Mbak Indri melibarkan pahanya
sedikit, sehingga memeknya agak terkuak. Mbak Indri mendongakkan wajahku
dengan tangannya.
Dan dia bertanya, "Gimana Yang? Bagus nggak Memek Mbak?"
"Iya Mbak. Bagus banget. Tembem." jawabku tersendat, karena menahan nafsu
dalam diriku.
"Yayang mau cium Memek Mbak?" tanyanya.
"Mau Mbak."
Aku tidak menunggu diperintah dua kali. Langsung kuserbu Memek yang sangat
indah itu. Mbak Indri menaikkan sebelah kakinya ke atas tempat tidur, sehingga
lebih terbuka ruang bagiku untuk mencium keharuman memeknya.
Mula-mula hidungku menyentuh kelembaban memeknya, dan aku menghirup
keharuman yang memabokkan dari Memek Mbak Indri. Kususupkan hidungku
dalam jepitan daging kenikmatan Memek Mbak Indri.
Mbak Indri mengerang, "Aahh, Yayaanngg. Terusin Yang."
Lalu kukecup memeknya dengan penuh kelembutan. Dan perlahan mulai
keluarkan lidahku untuk menjelajahi bibir memeknya. Kugerakkan lidahku
perlahan-lahan kesekeliling memeknya. Tanganku meremas-remas pantatnya.
Sesekali lidahku menyapu klitnya, dan kujepit klitnya dengan kedua bibirku.
Tubuh Mbak Indri mengejang sambil mendesah, "Aarrgghh.. Yayaanngg.. Ennaakk
Yaanngg.."
Kedua tangan Mbak Indri meremas rambutku sambil menekan kepalaku ke
belahan pahanya. Wajahku terbenam di Memek Mbak Indri, aku hampir tidak bisa
bernafas.
"Yaanngg.. Tunggu Yaang. Mbak nggak kuat berdiri Yang."
Lalu Mbak Indri merebahkan tubuhnya di kasur sambil melepaskan kaos dan
branya. Dia terlentang di kasur. Aku berdiri dan ingin mulai melepas baju dan
celanaku.
"Jangan Yang, kamu jangan buka baju dulu. Jilatin Memek Mbak dulu Yang."
perintah Mbak Indri. Lagi-lagi aku nurut.
Lalu Mbak Indri kembali menekan kepalaku ke selangkangannya. Kuteruskan
kegiatan mulut dan lidahku di pesona kewanitaan Mbak Indri yang sangat indah
kurasa. Kumasukkan lidahku ke dalam memeknya, dan kuputar-putar di dalam
memeknya. Dia menggelinjang kenikmatan. Rambutku sudah berantakan karena
diremas terus oleh Mbak Indri. Sekitar sepuluh menit kujilati Memek Mbak Indri
dan memberinya kenikmatan sorgawi. Akhirnya dia menjerit tertahan, tubuhnya
mengejang dan tangannya menekan kepalaku dengan kuatnya.
"Aauugghh.. Yaanngg. Mbakk.. Kkeeluaarr Yaanngg" rintihnya.
Pantat dan pingulnya bergerak memutar dengan liar dan tiba-tiba berhenti.
"Sshh.. Oogghh.. Yaanngg.. Ennaakk banggeett Yaangg."
Kusedot seluruh cairan yang membanjir dari Memek Mbak Indri. Rasanya gurih
dan wanginya harum sekali. Kurasakan becek sekali Memek Mbak Indri saat itu.
Setelah berisitirahat kurang lebih sepuluh menit, Mbak Indri bangun dan mulai
membuka pakaianku.
"Sekarang giliran kamu Yang. Mbak mau gigitin kamu" perintahnya.
Setelah semua pakaianku lepas, Mbak Indri memandang ke penisku yang sudah
pusing dari tadi. Dia menggenggam penisku dengan gemas dan mulai
mengocoknya dengan lembut. Kemudian aku disuruhnya telentang, lalu dia
mendekatkan kepalanya ke penisku. Dikecupinya kepala penisku, dan lidahnya
mulai menjelajahi bagian atas penisku.
Astaga, permainan lidah Mbak Indri luar biasa sekali. Dalam sekejap aku dibuatnya
melayang ke angkasa. Kenikmatan yang diberikan melalui lidah dan mulutnya,
membuatku mendesah dan menggelepar tidak karuan. Dari bagian kepala, lalu ke
batang penisku dan bijiku semua dijilatinya dengan penuh nafsu. Sesekali bijiku
dimasukkan ke dalam mulutnya. Sampai terbalik mataku merasakan nikmatnya.
Ujung lidahnya juga menyapu bahkan menusuk anusku. Kurasakan lisIndrik yang
menyengat ke sekujur tubuhku saat lidah Mbak Indri bermain di anusku. Sepuluh
menit lamanya Mbak Indri menjilati dan mengemut penis dan anusku.
Kemudian dia merayap naik ke badanku, mengangkangiku, dan mengarahkan
penisku ke memeknya. Perlahan dia menurunkan pantatnya. Kurasakan penisku
mulai melakukan penetrasi ke dalam belahan memeknya yang sangat montok itu.
Agak susah pada awalnya karena memang tembem sekali Memek Mbak Indri.
Setelah masuk semua, Mbak Indri mulai menaik turunkan pantatnya.
"Aauugghh, Mbak. Enak Mbak." rintihku.
"Iya Yang, Mbak juga ngerasain enak. Adduuhh. Kontol kamu enak banget Yang."
Dan Mbak Indri mulai melakukan putaran pinggulnya. Pantatnya tidak lagi turun
naik, melainkan pinggulnya yang berputar. Ini benar-benar membuat sensasi yang
luar biasa nikmatnya. Mbak Indri sangat pintar memutar pinggulnya. Aku
mengimbangi gerakan Mbak Indri dengan menusuk-nusukan penisku.
Tapi, "Yaanngg. Kamu diem aja ya Yaangg. Biar Mbak aja yang muter."
Akupun diam dan Mbak Indri semakin liar memutar pinggulnya. Tidak lama
kemudian, Mbak Indri menghentikan putaran pinggulnya, dan kurasakan
memeknya menyedot penisku. Serasa dipilin oleh gumpalan daging yang hangat,
kenyal dan kesat.
Lalu Mbak Indri mengerang keras, "Yaanngg.. Aarrgghh. Mbak keluar laggii
Yaanngg.."
Mbak Indri rebah di atas tubuhku, sementara memeknya terus menyedot penisku.
Luar biasa sekali rasanya memek Mbak Indri ini. Kemudian Mbak Indri memberi
perintah agar aku bergantian di atas. Aku menurut, dan tanpa melepaskan penisku
dari dalam memeknya kami berubah posisi.
Sekarang aku berada di atas. Mbak Indri melingkarkan kakinya ke kakiku, sehingga
aku tidak leluasa bergerak. Rupanya ini yang diinginkan oleh Mbak Indri, agar aku
diam saja. Mbak Indri juga tidak menggerakkan pinggulnya, hanya kurasakan
daging di dalam memeknya yang melakukan gerakan menyedot, memijit,
memutar dan entah gerakan apa namanya. Yang pasti aku merasakan jepitan
Memek yang sangat kuat namun enak sekali. Aku tidak dapat menggerakkan
penisku di dalam memeknya. Juga tidak dapat menarik penisku dari dalam Memek
itu. Tidak lama kurasakan Memek Mbak Indri menyedot penisku. Lalu perlahan
Mbak Indri mulai memutar pinggulnya.
Aku merasa sperti perahu yang berada di dalam lautan yang bergelora karena ada
badai yang dahsyat. Dan semakin lama gelombang itu semakin kuat menggoncang
perahu. Nafas kami sudah memburu, keringat sudah mengucur membasahi tubuh
kami. Dan kurasakan Memek Mbak Indri mulai berdenyut keras lagi, bersamaan
dengan aku mulai merasakan desakan lahar dalam diriku yang menuntut untuk
keluar dari tubuhku. Putaran pinggul Mbak Indri semakin menggila, dan akupun
membantu dengan menekan-nekankan pinggulku walaupun tidak terlalu bebas.
"Oogghh.. Yaanngg.. Mbaakk nnggaakk kkuatt laaggi Yaanngg.." erang Mbak Indri.
Aku juga sudah tidak bisa menahan lagi desakan dari dalam itu, "Iyaa mbaakk..
Aakkuu juggaa.. Aarrgghh."
Aku tidak dapat meneruskan kata-kataku, karena saat itu muncratlah sudah cairan
kenikmatanku di dalam memek Mbak Indri. Bersamaan dengan itu, Mbak Indri
juga sudah mengejang sambil memelukku dengan kuatnya.
"Sshh.. Oouugghh.. Enaak baannggett Yaangg."
Kami merasakan nikmat yang tiada duanya saat air mani kami bercampur menjadi
satu di dalam memek Mbak Indri. Mbak Indri mencium bibirku, akupun
membalasnya dengan penuh gairah. Dan.. Kamipun terkulai tak berdaya. Aku
terhempas di atas tubuh Mbak Indri. Nafas kami tinggal satu-satu. Seprai dan
kasur Mbak Indri sudah basah sama sekali karena keringat dan air mani kami yang
meluap keluar dari Memek Mbak Indri saking banyaknya.
"Yayaanngg.." Mbak Indri memanggilku dengan mesranya.
"Iya mbaakk." aku menjawab dengan tidak kalah mesranya.
"Kamu hebat deh Yaang." kata Mbak Indri sambil mengecup bibirku dengan
lembut.
"Mbak juga hebat. Memek Mbak enak banget deh Mbak." kataku.
Mbak Indri tersenyum, "Yayang suka sama memek Mbak?" tanyanya.
"Suka banget Mbak. Memek Mbak bisa nyedot gitu. Nanti boleh lagi ya Mbak?"
aku merayunya.
"Pasti boleh Yang. Memek ini emang cuma untuk Yayang kok." Kata Mbak Indri.
Dan malam itu, kami melakukannya sebanyak tiga kali, sampai kudengar adzan
subuh dari mesjid terdekat. Lalu aku keluar dari rumah itu setelah melihat bahwa
situasi aman, dan pulang ke rumahku.
TAMAT